Senin, 28 April 2014

Bergegaslah dalam Kebaikan

Ahad siang menjelang senja hujan pun membasahi tempat tinggalku. Saat itu saya diminta untuk menggantikan Mba Yana yang sedang sakit untuk mengisi liqo angkatan 48. Saya cukup bingung materi yang akan saya sampaikan nanti apa yahhh. Masalahnya saya pun belum ada persiapan sama sekali hiks.hiks. Akhirnya saya mengingat-ingat kembali artikel yang telah saya baca. Dan saya putuskan untuk memilih artikel bagus itu untuk dijadikan bahan materi liqo kemarin siang tentang “Bergegaslah dalam Kebaikan”. Jujur saja ini mengingatkan saya sendiri bahwasanya untuk berbuat baik itu janganlah ditunda-tunda. Mungkin ada diantara kita yang masih menunda-nundanya. Mari kawan kita renungkan sejenak bahwasanya Allah telah berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 148.

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Al Baqarah ayat 148).

Nah di dalam ayat ini Allah memerintahkan kita untuk fastabiqul khahiraat yang mana maksudnya adalah untuk bersegeralah dalam berbuat baik. Imam An Nawawi dalam kitabnya Riyadhush shalihiin meletakkan bab khusus dengan judul: Babul mubaadarah ilal khairaat wa hatstsu man tawajjaha likhairin ‘alal iqbaali ‘alaihi bil jiddi min ghairi taraddud (Bab bersegera dalam melakukan kebaikan, dan dorongan bagi orang-orang yang ingin berbuat baik agar segera melakukannya dengan penuh kesungguhan tanpa ragu sedikitpun). Lalu ayat yang pertama kali disebutkan sebagai dalil adalah ayat di atas. Perhatikan betapa Imam An Nawawi telah memahami ayat tersebut sebegai berikut:

Pertama, bahwa melakukan kebaikan adalah hal yang tidak bisa ditunda, melainkan harus segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas. Kematian bisa saja datang secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Karena itu semasih ada kehidupan, segeralah berbuat baik. Lebih dari itu bahwa kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan. Karenanya begitu ada kesempatan untuk kebaikan, jangan ditunda-tunda lagi, tetapi segera dikerjakan. Karena itu Allah swt. dalam Al Qur’an selalu menggunakan istilah bersegeralah, seperti fastabiquu atau wa saari’uu yang maksudnya sama, bergegas dengan segera, jangan ditunda-tunda lagi untuk berbuat baik atau memohon ampunan Allah swt. Dalam hadist Rasulullah saw. Juga menggunakan istilah baadiruu maksudnya sama, tidak jauh dari bersegera dan bergegas.

Dalam sebuah buku tentang kisah orang-orang saleh terdahulu diceritakan salah seorang dari mereka berpesan: maa ahbabta ayyakuuna ma’aka fil aakhirat if’alhul yaum. Wamaa karihta ayyakuuna ma’aka fil aakhirat utrukul yaum (apa yang kau suka untuk dibawa ke akhirat kerjakan sekarang juga. Dan apa yang kau suka untuk kau tidak suka untuk di bawa ke akhirat tinggalkan sekarang juga). Ini menggambarkan sebuah sikap kesigapan dalam memilah dan memilih perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk. Tentu secara fitrah tidak ada manusia yang suka membawa dosa-dosa ke akhirat, kecuali orang-orang yang sudah mati hatinya. Karena itu makna fastabiquu pada ayat di atas memang benar-benar sangat penting -kalau tidak mau dikatakan sebuah keniscayaan- untuk selalu kita amalkan.

Kedua, bahwa untuk berbuat baik hendaknya selalu saling mendorong dan saling tolong menolang. Imam An Nawawi mengatakan: wa hatstsu man tawajjaha likhairin ‘alal iqabaal ‘alaihi. Ini menunjukkan bahwa kita harus membangun lingkungan yang baik. Lingkungan yang membuat kita terdorong untuk kebaikan. Karena itu dalam hadits yang menceritakan seorang pembunuh seratus orang lalu ia ingin bertaubat, disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan taubat tersebut disyaratkan akan ia meninggalkan lingkungannya yang buruk. Sebab tidak sedikit memang seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan. Karena itu Imam An Nawawi menggunakan al hatstsu yang artinya saling mendukung dan memotivasi. Sebab dari lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara istiqamah.

Lebih dalam jika kita renungkan makna ayat fastabiquu kita akan menemukan makna bahwa di mana kita memang harus menciptakan lingkungan. Sebab dalam kata tersebut terkandung makna “berlombalah”. Dalam perlombaan tidak mungkin sendirian, melainkan harus lebih dari satu atau lebih. Maka jika semua orang berlomba dalam kebaikan, otomatis akan tercipta lingkungan yang baik. Karena dalam ayat yang lain Allah swt. berfirman dalam surah Ali Imran,133: wasaari’uu ilaa maghfiratin mirrabbikum di sini Allah swt. menggunakan kalimat wa saari’uu diambil dari kata saa ra’a- yusaa ri’u maksudnya tidak sendirian, melainkan ada orang lain yang juga ikut bergegas. Seperti dhaaraba-yudhaaribu artinya saling memukul. Dalam makna ini tergambar keharusan adanya lingkungan di mana sejumlah orang saling bergegas untuk berbuat baik. Bagitu juga dalam surah Al Hadid, 21, Allah berfirman: saabiquu ilaa maghfiratin mirr rabbikum, kata saabiquu mengandung makna saling berlombalah. Suatu indikasi bahwa menciptakan lingkungan yang baik adalah sebuah keniscayaan.

Langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang baik ini adalah dengan memulai dari diri sendiri dan keluarga. Allah swt. berfirman: quu anfusakum wa ahliikum naaraa. Perhatikan dalam ayat ini, Allah swt hanya focus kepada diri sendisi dan keluarga dan tidak melebar kepada masyarakat luas dan Negara. Mengapa? Sebab inilah jalan terbaik dan praktis untuk memperbaiki sebuah bangsa. Kita harus memulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebuah bangsa apapun hebatnya secara teknologi, tidak akan pernah bisa tegak dengan kokoh bila pribadi dan keluarga yang ada di lamanya sangat rapuh.

Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan yang dalam. Imam An Nawawi mengatakan: bil jiddi min ghairi taraddud . Kalimat ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kebaikan dicapai oleh seseorang yang setengah hati dalam mengerjakannya. Rasulullah saw. bersabda: baadiruu fil a’maali fitanan ka qitha’il lailill mudzlim, yushbihur rajulu mu’minan wa yumsii kaafiran, ,wa yumsii mu’minan wa yushbihu kaafiran, yabi’u diinahu bi ‘aradhin minad dunyaa (HR. Muslim). Dalam hadits ini Rasulullah saw. mendorong agar segera beramal sebelum datangnya fitnah, di mana ketika fitnah itu tiba, seseorang tidak akan pernah bisa berbuat baik. Sebab boleh jadi pada saat itu seseorang dipagi harinya masih beriman, tetapi pada sore harinya tiba-tiba menjadi kafir. Atau sebaliknya pada sore harinya masih beriman tetapi pada pagi harinya tiba-tiba menjadi kafir. Agama pada hari itu benar-benar tidak ada harganya, mereka menjual agama hanya dengan sepeser dunia.

Uqbah bin Harits ra. pernah suatu hari bercerita: “Aku shalat Ashar di Madinah di belakang Rasulullah saw. kok tiba-tiba selesai shalat Rasulullah segera keluar melangkahi barisan shaf para sahabat dan menuju kamar salah seorang istrinya. Para sahabat kaget melihat tergesa-gesanya Rasulullah. Lalu Rasulullah keluar, dan kaget ketika melihat para sahabatnya memandangnya penuh keheranan. Rasulullah saw. lalu bersabda: Aku teringat ada sekeping emas dalam kamar, dan aku tidak suka kalau emas tersebut masih bersamaku. Maka aku segera perintahkan untuk dibagikan kepada yang berhak (HR. Bukhari).

Dalam perang Uhud, kesigapan untuk berbuat baik seperti yang dicontohkan Rasulullah barusan, nampak sekali di tengah sahabat-sahabatnya. Jabir bin Abdillah meriwayatkan bahwa pernah salah seorang bertanya kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasul, apa yang akan aku dapatkan jika aku terbunuh dalam peperangan ini? Rasulullah menjawab: Kau pasti dapat surga. Seketika orang tersebut melepaskan kurma yang masih di tangannya, lalu berangkat ke tengah medan tempur dengan tanpa ragu, lalu ia berperang sampai terbunuh. (HR. Bukhari-Muslim). Subhanallah, sebuah kenyataan dalam sejarah, di mana umat Islam harus memiliki kwalitas seperti ini.

Mudah-mudahan kita dapat mengimplemtasikan dalam keseharian kita untuk bersegera melakukan amal kebaikan karena memang waktu yang ada ini sangat terbatas jadi janganlah kita untuk menunda-nuda dalam kebaikan. Wallahu a’lam bishshawab.







Minggu, 13 April 2014

Kehilangan Dosen Kesayangan

“ Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan kita semua akan berpulang kepadaNya"
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati....”
(QS. Āli `Īmrān [3]: 185.)

Allahumaghfirlahu warhamhu wa afihi wa fuanhu...

Pekan yang lalu adalah hari sedih saya tepatnya pada hari selasa pagi 8 April 2014, bahwa dosen pembimbing tesis saya telah wafat. Beliau adalah Prof. Dr. Ir. H. Endang Gumbira Sa’id, Ma, Dev. Kami semua kaget mendengar kabar itu karena sebelum kepergian beliau tepatnya di hari senin beliau masih sempat datang ke kampus dan beliau pun mencari saya dan Echa anak bimbingan beliau di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian IPB. Sayangnya dihari itu saya tidak ngelab karena sedang mengolah data. Allah kami merasa kehilangan beliau.

Kenanganku saat dibimbing beliau
Banyak sekali kenangan dan nasihat yang saya dapatkan dari sosok beliau. Beliau sosok yang selalu bekerja keras, disiplin, baik, ramah, peduli, tegas, bijaksana dan jiwa sosialnya yang tinggi. Dan beliau sudah saya anggap seperti ayah saya sendiri, nasihat beliau selalu membangkitkan semangat saya ketika saya down dengan penelitian saya yang tak kunjung selesai. Hiks3x. Beliau pokonya is the best. Saya pun baru merasakan sosok dosen yang begitu baik dan perhatian sama anak bimbingannya, beliau pun suka menelvon jika ada kabar penting dan saya pun sangat bersyukur ketika dibimbing beliau, karena setiap bimbingan draft tesis saya selalu langsung diperiksa tidak pernah menunggu lama seminggu atau dua minggu yang dirasakan oleh teman-teman saya, sosok beliau sungguh membuat saya kagum dan ingin seperti beliau ketika saya menjadi dosen nanti, aamiin. Beliau juga selalu baik sama siapapun entah dia seorang pembantu, pedagang kecil, atau siapapun dia, beliau selalu ramah dan sangat baik. Padahal beliau profesor dengan jabatan sebagai guru besar di IPB tapi beliau tidak menjaga jarak dengan siapapun itu yang saya kagumi dari sosok beliau. Orang-orang pun memanggil beliau dengan sebutan Profesor Egum, tapi kalau saya belum pernah memanggil sebutan itu, palingan saya menyebutnya dengan sebutan Bapak saja karena beliau pun seperti Bapak yang selalu membimbing anak-anaknya. Oya terkadang aku dan Echa memanggil beliau sebutan papih karena beliau sangat care kepada kami berdua :) 

Terakhir Bimbingan
Aku jadi sedih ketika terakhir bimbingan dengan beliau di pascasarjana IPB Baranangsiang Bogor, tepatnya di akhir bulan Maret 2014 yang lalu. Beliau sempat meminta tolong saya untuk dibawakan flash disk dari Kantor MAKSI di kampus Dramaga pukul 15.00 WIB. Dan alhamdulillah jalanan dari Dramga ke Baranangsiang lancar jadi saya datang tepat waktu saat itu. Namun sedihnya saat Beliau bilang kecewa dengan isi tulisan tesis saya dan kata beliau tesis saya tidak sebagus dengan tulisan fiksi yang saya buat, hiks..hiks..hiks tetapi beliau pun pada saat itu begitu perhatiannnya bilang kepada saya.
 "Apa yang Ririn pikirkan ?" Tanya Pak Egum.
 "Saya ingin segera Ririn lulus". Harapan Bapak Egum.
"Ayo semangat lagi biar cepat lulus". Nasihat Bapak Egum
Tapi itu tinggal kenangan saja bahwa nanti saya tidak bisa melihat dan mendengar nasihat beliau lagi. Allahku sabarkan aku.

Oleh-oleh Umroh
Bulan januari 2014 lalu. Beliau sempat pergi umroh bersama keluarganya dan ketika usai umroh. Bapak Egum sempat memberikan hadiah cukup banyak untuk saya dan anak bimbingannya. Subhanallah walhamdulillah Bapak egum emang dosen yang penuh perhatian dan sangat-sangat baik. Aku rindu dengan Bapak.

Makan Bersama
Alhamdulillah ketika saya bimbingan dengan beliau dirumahnya kami semua anak bimbingannya diajak makan disebuah restoran yang megah yang ada dikawasan Bogor. Kami anak bimbingannya sangat senang sekali makan bersama dengan keluarga Bapak Egum. Sambil berdiskusi dan bercanda. Kenangan yang tak akan terlupakan.

Kebiasaan beliau di rumah
Ternyata beliau selalu rajin membantu istrinya untuk mencuci piring, menyapu, pokonya saya terpana sangat saat Bapak di rumah, beliau bener-bener menjadi suami dan ayah yang baik untuk keluarganya.

Belajar Bahasa Sunda
Sedikit demi sedikit saya belajar bahasa sunda dari Bapak Egum, kebetulan beliau kalau ngomong sunda pisan dan kadang sms pun Bapaknya dengan bahasa sunda ke saya. Sebetulnya saya juga sunda tapi berhubung dilingkungan saya itu jarang sekali pakai bahasa sunda. Jadi cuma cukup tahu aja dehhh.

Motivasi untuk segera menikah
Papih sempat bilang ke saya cepatan lulus biar segera menikah. Hmm papih padahal aku pengen banget ketika sudah waktunya aku ingin papih hadir menyaksikan hari bahagia saya nanti. Hiks...hikss..hikss. Aku rindu papih Egum.

Bapak Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP, MT selaku pembimbing kedua saya
Pesan Pak Ono via Facebooknya “Kami sangat kaget dan sedih yang mendalam mendengar kabar bahwa Prof. E. Gumbira Sa'id telah wafat, karena sehari sebelumnya beliau bersama-sama dengan kami mengikuti seminar mahasiswa bimbingan kami dan beliau masih memberikan ulasan di akhir seminar tsb. Beliau adalah dosen pembimbing pertama saya ketika studi S-1. Banyak sekali kenangan dan pelajaran yang diperoleh dari beliau, yang tidak akan terlupakan. Beliau adalah salah satu dosen senior yang selalu memberikan motivasi dan menghargai anak-anak muda. Kita do'akan semoga Pak Egum husnul khotimah, diampuni segala kesalahannya, diterima amal kebaikannya, dan mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan keikhlasan, kesabaran, dan ketabahan. Aamiin YRA. Selamat jalan Prof. Egum....”






Kenangan indah bersama Bapak tak akan terlupakan
Sampai kapan pun Bapak adalah motivator yang hebat
Membuat kami semangat untuk terus beprestasi dan selalu dekat dengan Allah
Nasihat, pelajaran, pengalaman dan ilmu yang begitu mengalir Bapak sampaikan
Membuat kami menjadi mandiri dan lebih bersabar
Semoga Allah mempertemukan kita kembali di syurga Allah
Selamat jalan Bapak Egum...






Bogor, 13 April 2014

Catatan Alzena Valdis Rahayu 
Sambil meneteskan air mata aku menulis ini aku rindu Bapak....





Kamis, 03 April 2014

Menjemput Kemenangan Dakwah


“Tidak ada dakwah yang besar tanpa tantangan besar....
Itu momentum yang disediakan Allah untuk membesarkan dakwah.....
Itu syarat kemenangan...”

(Presiden PKS Ustadz Anis Matta)


Ada hal yang menarik dari kajian yang saya ikuti pekan lalu yang diadakan oleh DPC PKS Dramaga Bogor, mudah-mudahan dapat menambah ilmu bagi kader-kader dakwahnya yang ingin memenangkan dakwah di Pemilu 2014 ini dengan penuh harap mendapatkan ridha Allah subhanahu wa ta'ala.

Masya Allah. Dakwah tidak akan pernah hidup, kecuali dengan jihad. Ketinggian dan luasnya cakrawala dakwah menjadi tolak ukur bagi keagungan jihad di jalanNya, besarnya harga yang harus dibayar untuk mendukungnya dan banyaknya pahala yang disediakan untuk para aktivisnya.

“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (QS. Al-Hajj: 78)

Benar apa yang disampaikan oleh Ustadz Baran Irawan selaku Sekretaris Kementerian Pertanian RI bahwasanya dalam menjemput kemenangan dakwah ini kita mesti bekerja dengan sungguh-sungguh sehingga Allah lah yang akan memberikannya pada kita, bahwa kita pantas untuk mendapatkannya.

Kemenangan Itu Karunia Allah

Kemenangan itu karunia Allah maka kita perlu menjemput kemenangan ini, bagaimanakah caranya? Menurut Ustadz Baran kemenangan tidak akan pernah sampai atau diberikan kecuali kepada orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) melakukannnya dengan optimal, karena Allah ingin melihat sejauh mana kita bersungguh-sungguh untuk mendapatkan kemenangan itu.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al-Baqarah: 214).

Bisa jadi kemenangan tertunda agar umat mukmin mengerahkan kekuatan terakhir yang dimilikinya, persediaan terakhir yang dimilikinya. Sehingga tidak tersisa yang istimewa maupun yang mahal, kecuali dikeluarkan dengan mudah dan murah di jalan Allah. Terkadang kemenangan tertunda sampai umat merasakan akhir kekuatannya, hingga ia memahami bahwa kekuatan itu saja, tanpa bantuan Allah, tidak menjamin kemenangan. Kemenangan itu dari dari Allah, pada saat umat mengerahkan kekuatan pamungkasnya, kemudian bertawakkal kepada Allah.

Seperti dikisahkan pada zaman Nabi Musa bahwasanya Allah akan memberikan kemenangan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam memerangi musuh-musuh Allah. Dalam firmanNya
Musa menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku. (QS. Asy-Syu’araa: 62)

Kemudiaan bisa diambil juga ibrah dari kisah Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam pun terabadikan dalam qur’an At-Taubah ayat 40.

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. At-Taubah: 40).


Ada pula hikmah yang dapat kita petik dari Kisah Nabi Yusuf

Sungguh, betapa beratnya tanggung jawab ini dan betapa luhurnya tugas ini. Orang lain melihatnya sebagai utopia, sedangkan al-akh melihatnya sebagai kenyataan. Kita tidak akan pernah berputus asa, dan kita memiliki harapan besar kepada Allah subhanahu wa ta'ala

“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”. (QS.Yusuf: 21)

Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. (QS. As-Saff: 13)
                                                                                                                

Perang Riddah
                                   
Sahabat Rasul bernama Abu Bakar yang ketika itu menentukan hidupnya untuk islam. Memang tak dapat diragukan lagi, ketika perang yang dipimpinya itu sangat menentukan sejarah islam. Jika perang itu tidak dimenangkan oleh muslimin, pasti akan mendapatkan ancaman yaitu kembalinya orang-orang Arab ke dalam kehidupan jahiliah yang pertama. Namun Allah Subhanahu wa ta'ala menghendaki agama-Nya mengalahkan semua agama, dan Abu Bakar ketika itulah menjadi bukti bahwasanya dengan kekuatan iman yang kuat akhirnya kemenangan dapat diraih sehingga tersebarlah Islam di Timur dan di Barat yang kita lihat saat ini.

Semoga kita dapat mengambil ibroh dari peristiwa-peristiwa di atas untuk memenangkan dakwah ini. Jadi saudaraku jika kita ingin menjemput kemenangan dakwah ini ada 3 hal yang harus kita ingat baik-baik yaitu:

  1. Kemenangan dakwah itu lebih dekat kepada yg bekerja optimal
  2. Kemenangan dakwah itu lebih dekat kepada kebersamaan (amal jama’i) 
  3. Kemenangan dakwah itu lebih dekat kepada orang-orang yg dekat pd pemiliknya yakni Allah swt.

Sehingga kita tetap bersemangat untuk memenangkan dakwah ini dengan terus beramal, bekerja keras dengan penuh cinta, dan Allah pasti akan melihat kesungguhan kita.



Salam Sepenuh Cinta dan #KobarkanSemangatIndonesia

@Ririnsukses