Simak kisah saya saat pulang dari Bogor ke Cilegon
banyak cerita yang ingin saya utarakan di blog sederhana ini. Oke langsung
saja. Sepulang ujian dari kampus saya dizzy dan saya pulang
terlebih dulu ke kosan alhamdulillah saat itu hujan di Bogor khususnya daerah
Dramaga sudah reda, dan saya sempatkan waktu untuk berbelanja kue untuk Papah
tercinta dan adik-adikku tersayang :). Oya ada
yang mau disampaikan saat saya mengikuti ujian tadi pagi, soal ujiannya
berbahasa Inggris semua kawan, tapi ada satu kalimat yang menyentuh pribadi
saya sebagai muslimah, tapi ini nggak bahasa inggris dan hanya ini saja yang
saya perhatikan pake bahasa Indonesia dengan tulisannya kalau tidak salah
seperti ini “ sikap anda adalah cerminan anda sehari-hari” kalau
saya maknai adalah bahwa apa yang kita kerjakan atau usahakan mesti jujur entah
di saat ujian atau tidak karena kemampuan seorang memang berbeda dan mestinya
kita bertanggung jawab atas apa yang kita kerjakan, intinya tidak boleh
menyontek saat UJIAN dan Allah selalu melihatMu. Ok! Ayo jujurlah pada
kemampuanmu :)
Sambung lagi dengan cerita diawal, saat itu saya
berangkat dari Dramaga sekitar jam sebelasan lebih, alhamdulillah sesampai di
St. Bogor sudah masuk waktu duhur, oya cuma info aja nihhh St. Bogor sudah
mulai rapih sekarang, bersebelahan dengan "taman topi" tapi baru
depannya aja, semoga sampai dalamnya juga yahh Sesampai di stasiun
saya bersinggah dulu ke Mushola untuk menunaikan solat Duhur dan solat Ashar di
jamak, khawatir diperjalanan macet sehingga tidak ada waktu untuk Ashar. Ketika
di mushola apa yang terjadi kawan?? Saya mendapati ibu sedang melaksanakan
solat duhur dengan bacaanya terdengar keras, sehingga saya yang disampingnya
terasa tidak khusyu melaksanakan solat. Semoga Allah mengampuni saya. Aamiin.
Usai solat, saya langsung menuju gerbong kereta yang
sudah datang dan lumayan penumpang sudah pada penuh di dalamnya, saya melihat
dengan teliti apakah di gerbong wanita masih ada tempat untu saya duduk? Karena
kalau di gerbong yang biasa saya malas karena bercampur dengan laki-laki, jadi
saya pelan-pelan mencari tempat yang masih rada renggang duduknya.
Alhamdulillah ternyata masih ada tempat duduk yang saya duduki, bersyukur deh
saya.
Nah disepanjang perjalanan digerbong kereta api yang
nyaman dan membuat ngantuk karena hawanya dingin selepas hujan diluar dan
ditambah kereta yang saya naiki ini AC yaudah deh tambah ngantuk. Akhirnya saya
beranikan diri untuk bertanya dengan Mbak yang berpenampilan modis sepertinya
sih masih mahasiswa, sekedar mengingatkan saya kalau saya nanti turun di St.
Lenteng Agung supaya tidak kebablasan ceritanya, hihi, eh ternyata dia lebih
duluan turun dari saya dia mahasiswa UI ambil jurusan Ekonomi, otomatis turun
di stasiun Universitas Indonesia lah. Yaudah kata Mbaknya ke saya. “Nanti saya
bangunkan kalau saya turun di St. UI, Mbak tidur aja, dari St. UI ke St.
Lenteng Agung masih dua kali staisun lagi koq”. Yaudah saya nurut dan saya
tidur deh he. Enak pokonya tidur di kereta.
Sesampai di St. UI akhirnya saya dibangunkan dan
menunggu dua stasiun lagi yaitu St. Pancasila dan St. Lenteng Agung.
Alhamdulillah tiba di St. Lenteng Agung saya langsung dapat angkot merah yang
bernomor 19 ke arah Pasar Rebo. Sampai di Pasar Rebo saya pun menunggu Bus arah
jurusan Merak. Tidak lama kemudian saya pun naik bus arah Merak. Ada kejadian
yang tidak saya inginkan saat naik bus kemarin. Bapak Kondektur bilang ke saya,
“ Neng dibantu koq nggak mau yah?” saya cuma diam saja saat itu dan batin
saya bicara bukan saya nggak mau di bantu Pak, tapi saya nggak bisa bersentuhan
ini prinsip saya untuk tidak menyentuh laki-laki yang bukan mahrom saya semoga
saya dapat istiqomah. Aamiin.
Di Bus Ketemu dengan Orang Ambon
Sepanjang perjalanan pulang saya ditemani dengan Ibu
yang membawa tas besar yang kebetulan tujuannya sama yaitu Cilegon juga. Saya
yang duluan menyapa Ibu itu.
“Ibu mau kemana?” sambil senyum saya.
Ibu itu jawab “mau ke Cilegon Mbak, nengok anak saya.”
“Mmh,” karena masih penasaran saya pun nanya lagi
bukan berarti saya kepo loh yahh tapi saya ingin bersahabat dengan ibu ini yang
asli orang Ambon dan merantau di Jakarta.
Ternyata setelah diawali pertanyaan demi pertanyaan,
ibu itu akhirnya curhat deh ke saya, tentang kondisi keluarganya seperti apa,
pekerjaannya gimana, dan sebagainya. Setiap orang yang saya temui dan saya ajak
bicara pasti ujung-ujungnya akan menceritakan kisah nyatanya padahal saya orang
baru di hadapannya dan bukan kenalan dekatnya. Sepanjang jalan kisah Ibu Ambon
ini sangat menyedikan kawan, beliau sudah ditinggal pergi suaminya untuk
berpoligami padahal dari ceritanya Ibu yang dikaruniai satu anak ini beliau
bertanggung jawab atas kewajibannya sebagai seorang Isteri dan semestinya
suaminya membimbingnya karena beliau mualaf, jadi terenyuh dengar ceritanya.
Cilegon, 15 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar