Malem Senin aku
pulang dari Jakarta usai mencari buku murah yang ada disana. Maklumlah anak
kuliahan pengennya yang murah-murah. Tiba-tiba saja handphoneku bernyanyi
dengan nada dering Maher zain yang lagi hitz dipasaran dengan judul lagu “
Insya Allah”.
“Assalamu’alaykum Mbak Nisa!” Sapa Sarah dari Bogor.
“ Wa’alykumussalam
Mbak.” Jawab aku dengan senang.
“ Mbak, insya Allah
Sabtu ini Sarah mau ke Cilegon. Minggu pagi nanti kita ke pantai Anyer ya Mbak.
Mbak ada di rumah kan?”
“ Alhamdulillah ada
Sarah.”
“ Alhamdulillah,
yowis sampai ketemu hari Sabtu ya Mbak!”
“ Oke.” Ditutuplah
dengan salam dari Sarah.
Sarah merupakan sahabat Nisa yang tanpa disengaja yang sudah Allah
atur dalam skenarioNya. Waktu itu kita sedang mengikuti acara seminar nasional
IPTEK di Universitas Indonesia Depok Jakarta. Aku dan Sarah mendapatkan amanah
yang sama disebuah organisasi kampus internal masing-masing di bidang Akademik
dan kami sama-sama angkatan 2006. Sarah merupakan mahasiswi Ilmu dan Teknologi
Pangan IPB. Sedangkan aku mahasiswi Agroekoteknologi UNTIRTA Banten. Kita juga
senang menulis, berdiskusi tentang kegiatan keilmiahan di kampus masing-masing
tentunya untuk saling memotivasi agar kampus kita ke depan lebih baik dan maju
dengan pengembangan potensi akademik yang di miliki mahasiswa umumnya. Banyak
pengalaman yang aku alami bersama sarah walaupun jarak jauh yang membatasi kita
dengan menghabiskan waktu kurang lebih 5 jaman Cilegon- Bogor tetapi kita
saling komunikasi. Aku tunggu dirimu di Cilegon, Sarah! Usai mengingat kenangan
bersama.
Mentari bersinar seakan-akan bumi ini nampak girang karena diberi
kehangatan yang sungguh luar biasa nikmatnya dengan sang pencipta. Namun
rasanya suasana yang sekarang, tak seindah dan sesegar dulu lagi akibat debu
berterbangan bersama angin membuat pernafasan ini terganggu dan menjadi
penyakit. Kini masyarakat banyak menggunakan masker untuk menjaga kesehatan
pribadinya dan meminimalisir debu yang begitu tebal. Begitu dengan Nisa yang
alergi dengan debu ia pun menggunakan masker bila keluar rumah. Usai sarapan
dengan menu favoritnya roti selai strobery dan susu cokelatnya Nisa beranjak ke
kampus dengan Bismillah.
Angkot silver menghampiriku ketika aku berdiri di pinggir jalan
raya untuk menunggu angkot yang aku tumpangi. Di dalam angkot aku bertemu
dengan teman SMAku. Dia namanya Bagas yang dulu sempat menyukaiku. Anaknya
lumayan baik, ganteng, manis, dan pintar. Teman sekelas perempuanku banyak yang
menyukainya. Aku pun sejujurnya menyukainya. Akan tetapi aku hanya anggap dia
sebagai seorang sahabat. Saking dekatnya waktu SMA dulu, banyak yang menyangka
aku pacaran sama dia. Padahal aku punya prinsip tidak mau pacaran. Ehmm, jadi
ingat nasihat sahabat. Jangan pacaran dulu kalau belum nikah. Lalu Bagas
memulai menyapa sambil melihatkan senyuman tampannya.
”Hei Nis, mau
kuliah?” Tanya Bagas dengan sopan dan sedikit nervoues.
”Ya.” Sekilas
menatapnya dan kembali menunduk karena malu. He.he.he.
”Pakai masker bagus
juga, eh nyaman maksudnya ntar saya ikutan ahh.” Jawab Bagas dengan mengajak
bercanda.
” Saya nggak tahan
Gas, kalau nggak pakai masker sebab debunya.” Nisa berusaha menjelaskan dengan
ramah.
” Emh...Ya sih.”
Bagas kembali senyum.
Setelah itu Bagas
turun dahulu daripada Nisa. ”Duluan ya Nis.”
Nisa memanggukan
kepalanya.
Aku termenung didalam
angkot silver menuju Simpang. Disetiap jalanan yang ada baik di kota maupun
kampung semua rusak. Akibatnya kemacetan sering terjadi, kebanjiran bila tiba
musimnya, parahnya lagi banyak terjadinya kecelakaan. Nisa pun teringat dengan
ucapan sahabatnya itu ketika main ke rumahnya di Anyer. Bahwa keadaan Banten
saat ini makin parah dan ketidakpedulian pemerintahan Banten khususnya Ibu
Ratu. Padahal Banten sedang mengahadapi berbagai masalah yang besar salah
satunya mengenai infrastruktur jalan. Lihat saja jalanan di kota besar seperti
Anyer yang memiliki potensi sebagai tempat parawisata yang begitu dahsyat
potensinya untuk dikunjungi tapi dalam perjalanannya mengalami kendala yaitu
jalanan rusak tanpa ada perbaikan segera. Kemudian kota Industri di Cilegon
masih ada juga jalanan yang berlubang, hancur yang mengakibatkan banjir
tepatnya di daerah pusat perbelanjaan Ramayana Mall Cilegon. Kota Serang pun
demikian sebagai ibukota Banten sangat memprihatinkan. Kita tengok Terminal
Pakupatan yang ada di Banten seperti tidak terurus dengan rusaknya fasilitas,
kumuh dan kotor membuat orang tak nyaman untuk berlama-lama menunggu bus begitu
juga bus yang hendak mencari penumpang.
Padahal terminal
sebagai pusat perhubungan antar kota dan provinsi namun apa keadaannya, hancur
bukan main, seperti bukan terminal melainkan pasar. Bagaimana pun juga ini
sudah menjadi kewajiban tugas pemerintah untuk segera memperbaikinya. Jangan
hanya kepentingan pribadi saja yang di utamakan dengan papan iklan dimana-mana
tetapi kepentingan rakyat tidak diperhatikan. Ini adalah hadiah terindah untuk
ibu Ratu untuk segera memperbaiki fasilitas yang ada dan jalanan yang semakin
rusak. Kalau dibaratkan kata sahabatku fasilitas dan jalanan ini tak seindah
dan semulus dengan wajahmu ibu Ratu! Nisa terus mengkritik. Banten terbilang
jalanan yang paling terjelek diantara propinsi lainnya. Sangat miris memang,
bagaimana dengan persolan yang lainnya juga seperti sarana dan prasarana
pendidikan yang masih kurang perhatian karena masih ada saja sekolah yang
beratapkan bocor dengan runtuhnya bangunan, masalah ekonomi dengan banyak
pengangguran di propinsi Banten dan kinerja pegawai yang hanya mengisi absen
saja, itu akibat kurang kontrolnya dari pemerintahan juga, dan sebagainya.
Bukankah jika infrasturktur jalannya bagus, pendapatan masyarakat
tentunya bisa meningkat untuk Banten? Dan setelah pendapatan meningkat,
tentunya semua sektor seperti pendidikan, kesehatan juga akan mengikuti?
Seharusnya ibu Ratu Banten lebih tanggap lagi dengan persoalan ini. Karena
Banten membutuhkan pemimpin yang penuh semangat yang tinggi dengan kerja yang
maksimal dan pengorbanan dalam membenahi Banten untuk rakyat. Banten perlu
ditingkatkan lagi ibu Ratu. Melihat ketidakpuasan layanan publik membuat
masyarakat geram dengan pemilihan Gubernur Banten nanti. Bagaimana Banten ke
depan? Apakah akan semakin terpuruk?
Menyedihkan bukan? Semakin jelas bahwa ibu Ratu itu sangat cuek
dengan Banten. Seolah tidak ada masalah. Aku jadi malu menjadi warga Banten.
Malu dan malu. Apakah kamu juga malu sebagai warga Banten? Apa lagi nanti
kedatangan sahabatku Sarah dari Bogor. Hiks..hiks..Sedih menjadi orang Banten.
Astagfirullah aku keasyikan merenung Banten. Sudah sampai mana ini? Nisa
kebingungan akibat melamun. Kemudian Ibu yang ada di sampingnya bilang.
“Mau kemana Mbak?”
“Mau ke Simpang Bu.”
Jawabku sambil tersenyum malu.
“ Owh, bentar lagi
Mbak, sedang macet di depan.” Ujar Ibu yang membawa anak kecil.
“ Ya Bu terima
kasih.”
Sesamapai di Simpang tepat lampu merah aku turun. Untuk
melanjutkan perjalananku menuju kampus tercinta dengan menyambung naik angkot
merah menuju damkar. Setelah sampai di Damkar akupun naik bis besar melewati
tol menuju kampus UNTIRTA. Perjalanan dari rumah sampai kampus lumayan cukup
jauh dan melelahkan apalagi aku lakukan setiap hari seperti ini. Tapi
sebenarnya asyik juga karena banyak pengalaman yang aku dapatkan selama di
jalan. Senyum mekar di wajahku.
Pukul setengah
delapan Nisa tiba di kampus. Di depan gedung perkuliahan masih ada mahasiswa
yang nongkrong dengan berjejeran mahasiswa lainnya. Hatinya ngomel sangat.
Kenapa tidak nunggu di dalam saja, padahalkan dosen bentar lagi akan segera
masuk ke kelas? Nggak jauh beda dengan SMA dulu. Kenangnya Nisa. Semoga hari ini
lebih baik dari hari kemarin. Harapnya. Nisa anak yang pendiam, malu, manis,
ramah, disiplin dan rajin. Makanya dia tidak pernah terlambat datang ke kampus.
Selain itu juga Nisa aktif di dalam kelasnya. Sehingga ia mudah dikenal dengan
dosennya. Dia mempunyai harapan suatu saat nanti Banten akan di pimpin
dengannya, besar harapannya. Pemimpin yang rela berkorban demi
rakyat-rakyatnya.
Senja yang indah. Suasana kampus masih terlihat jelas dan rame
dengan mahasiswa yang terlibat aktif dalam kegiatan di kampus. Akupun
tersibukkan dengan kegiatanku di luar masjid sambil menjual coklat yang penuh
aneka bentuk dan warna-warni sambil menunggu sahabatku Sarah dari Bogor. Sarah
dimanakah kamu?
Cilegon Indah, 4
Agustus 2011.
By. Alzena Valdis Rahayu