Minggu, 10 Maret 2013

Panggilan Suami, Istri dalam Rumah Tangga


Saat mendengarkan kajian rubrik rumah tangga dari seorang ustadz yang di Bogor disalah satu stasiun radio FM Bogor mengenai Panggilan istri dan suami ketika berumah tangga, ternyata banyak dari kawan saya yang sudah menikah masih belum paham tentang panggilan seorang istri kepada suaminya, dan suaminya kepada istrinya karena bahwasanya seorang yang sudah menikah itu tidak boleh memanggil dengan sebutan layaknya seperti seorang anak memanggil kepada kedua orangtuanya. Misalnya untuk seorang suami memanggil istrinya dengan sebutan Ummi, atau sebaliknya istri memanggil suaminya dengan sebutan Abi. Hal ini tidak diperbolehkan karena istrinya itu bukan orang tua suami yang telah melahirkannya tapi dia adalah seorang istri yang dinikahi, begitupun penjelasan sebaliknya bahwa suaminya bukan orang tua laki-laki istrinya tapi suaminya yang menjadi imam keluarganya. 

Selain itu, kalau bisa hindari juga panggilan ini kawan! suami memanggil istrinya dengan sebutan seperti layaknya seorang kakak dan adik, kadang saya pernah dengar dari seorang kawan saya yang sudah menikah, si suaminya memanggil  istri panggilan Ade, dan istrinya memanggil suaminya dengan sebutan Kaka. Lucu deh yahh jadinya kaya Kaka dan Ade. Kalau kata ustadz sehhhh jika ada panggilan sayang antara suami istri itu yang diperbolehkan atau memanggil namanya juga tidak apa-apa (tapi kalo panggil nama sepertinya biasa aja yah kawan, nggak spesial gitu, hihi). 

Sedangkan untuk panggilan Ummi dan Abi sendiri, atau ada juga yang memanggil Mamah dan Papah, Ibu dan Ayah, dan lain-lain kalau kondisinya untuk mengajarkan/mencontohkan kepada anaknya kata ustadz tidak apa-apa, dengan panggilan seperti itu, agar anak juga mengerti tentang panggilan/ sebutan untuk keduaorangtuanya tersebut. 

Beberapa fatwa ulama “Syaikhul Islam Ahmad bin Taimiyah ditanya tentang seorang laki-laki yang berkata kepada istrinya, “Kamu bagiku bagaikan ibuku atau saudari perempuanku (Ukhty)”? Beliau menjawab, “Kalau maksudnya adalah “Kamu bagiku bagaikan ibu atau saudariku dalam hal penghormatan” maka tidak ada apa-apa atas dirinya (tidak ada masalah). Tapi kalau maksudnya adalah menyamakan istrinya itu dengan ibu atau saudarinya dalam hal pernikahan maka itu adalah zihar dan berlakulah hukum zihar kepadanya dan kalau dia tidak juga mencerai istrinya itu maka dia tidak boleh menggaulinya sebelum membayar kaffarah zihar.” 

Dalam surah Al-Mujadilah (ayat 1-4) yang didalamnya terdapat pembahasan tentang zihar dan bahwa itu adalah ucapan dusta serta berdosa, dan bagi yang sudah mengucapkannya dia harus membayar kaffarah berupa pembebasan budak mukmin, atau berpuasa dua bulan, atau memberi makan 60 orang miskin. 

Wallahu'alam. Nanti coba cari lagi yahh kawan penjelasan tentang ini. Mohon maaf jika ada yang kurang sempurna dari penjelasan ini. Semoga bermanfaat, khususnya yang sudah menikah ^_^   



Bogor, 10 Maret 2013 

Catatan Alzena Valdis Rahayu












Tidak ada komentar: